Kebersamaan, Menghargai dan Menerima Sesama

Toleransi!!!

Kata toleransi sudah tidak asing lagi di telinga kita. Tentang toleransi ini, pada suatu kesempatan, saya terkesan dengan kalimat sebuah artikel di laman bola.com, “Toleransi mengajarkan kita kebersamaan, menghargai, dan menerima sesama.” Kalimat ini berkesan bagi saya karena negara kita, Indonesia adalah negara dengan dasar Pancasila dan tersusun dari berbagai perbedaan masyarakatnya. Ada perbedaan suku, ras, agama, sosial, ekonomi, pulau, budaya, bahasa, pendapat, dan banyak perbedaan lainnya. Perbedaan itu membuat kita semakin kaya dalam keberagaman. Saya ingin bercerita tentang pengalaman saya mengenai toleransi dan perbedaan, khususnya di Asrama Realino Yogyakarta.

Saya seorang mahasiswi Program Studi Pendidikan Agama Katolik Universitas Sanata Dharma. Saya biasa disapa Echa, berasal dari Bomomani, Mapia, Papua. Sejak awal di Yogyakarta, untuk menjalani pendidikan, saya tinggal di Asrama Realino. Sebelumnya, selama menempuh pendidikan sekolah menengah atas saya sempat tinggal di asrama sekolah di Nabire. Saya beranggapan, waktu itu, bahwa saya sudah punya sikap dan jiwa toleransi. Namun, setelah merantau, saya merasa ada yang kurang. Alasannya, lingkungan pergaulan saya hanya sebatas lingkungan asrama, sekolah, dan keluarga yang mayoritas beragama Katolik dan dari daerah yang sama. Memang ada pula kenalan dari daerah lain tetapi itu sedikit sekali.

Hati saya agak ketar-ketir ketika mengetahui saya diterima di Universitas Sanata Dharma, Yogyakarta. Situasi ini mengajak saya keluar dari zona nyaman pergaulan dan bertemu banyak orang dari latar belakang sangat berbeda. Apalagi di Prodi Pendidikan Agama Katolik, saya berjumpa dengan teman-teman dari seluruh nusantara. Saya belajar tentang kebersamaan, menerima, dan menghargai setiap proses perjumpaan dengan teman-teman baru. Tentu hal pertama yang saya lakukan adalah menerima diri sendiri supaya bisa mengalami kebersamaan, menerima, dan menghargai pribadi yang lain.

Ketika saya refleksikan lagi, saya ingat frase menerima diri sendiri sebelum menerima orang lain ini dari renungan Pater Setyawan, S.J. saat retret angkatan kami di Syantikara. Beliau menyampaikan, “kalau belum bisa menerima diri bagaimana mau menerima orang lain.” Sama halnya dalam toleransi. Belajarlah kebersamaan, menghargai, dan menerima dirimu sendiri baru kemudian belajar kebersamaan, menghargai, menerima sesama. Pengalaman bertoleransi kemudian semakin nyata saya rasakan di Asrama Realino.

Saya sangat bersyukur tinggal di Asrama Realino. Di sini, saya belajar lebih percaya diri dan menerima diri apa adanya lewat perjumpaan dengan pribadi dan kebersamaan di Realino SPM. Saya belajar dan mengalami kebersamaan, menghargai, dan menerima perbedaan di Asrama Realino. Asrama ini unik, menarik, sekaligus menantang saya untuk berkembang. Di sini saya berjumpa dan hidup bersama dengan teman-teman dari suku, budaya, ras, agama, dan latar belakang yang berbeda. Ini berbeda dari pengalaman di lingkungan sebelumnya di Nabire maupun lingkungan kampus.

Asrama Realino mendorong saya untuk semakin mengembangkan diri lagi. Saat ini ada 16 teman saya di asrama dengan latar belakang berbeda. Mereka berasal dari Sumatra, Nias, Sleman, Ganjuran, Ketapang, dan Kendal. Ada teman-teman yang beragama Islam, Kristen, dan Katolik. Selain teman-teman asrama, kami didampingi para romo, bruder, karyawan Realino, teman-teman bengkel, Komunitas Volunteer Realino, para perawat, dan dokter Klinik Pratama Realino. Hal yang menarik bagi saya adalah ketika makan bersama kami bisa belajar berbagai bahasa daerah. Sesekali kami juga mengenalkan makanan khas daerah masing-masing. Saat memberikan jawaban kepada teman-teman yang bertanya asal dan identitas, saya bisa jujur menjelaskan dan lebih percaya diri. Selain itu, kami belajar bersama untuk saling menghargai dan mengalami toleransi secara nyata. Menarik juga bahwa kadang teman-teman asrama yang beragama Islam atau Kristen sesekali mengingatkan kami yang Katolik untuk misa harian dan misa mingguan di Gereja.

Perbedaan yang ada di lingkungan Realino justru telah membentuk saya menjadi pribadi yang bisa menghayati toleransi. Dari situ saya menyadari bahwa saya bukan lagi belajar toleransi namun menjadi pelaku toleransi dalam kehidupan sehari-hari. Terima kasih kepada setiap pribadi yang bermurah hati membantu Asrama Realino.

Ad Maiorem Dei Gloriam

Kontributor: Theresa Kegiye

Leave a Comment

Your email address will not be published. Required fields are marked *